Home » » TAWADHU

TAWADHU

                   Syaikh Muhammad Hassan (seorang Ulama besar) mendengarkan kajian dari muridnya

Tawadhu’ adalah lawan kata dari takabbur (sombong). Ia berasal dari lafadz Adl-Dla’ah yang berarti kerelaan manusia terhadap kedudukan yang lebih rendah, atau rendah hati terhadap sesama/orang yang beriman, atau mau menerima kebenaran apapun bentuknya dan dari siapa pun asalnya.
Seseorang belum dikatakan tawadhu’ kecuali jika telah melenyapkan kesombongan yang ada dalam dirinya. Semakin kecil sifat kesombongan dalam diri seseorang, semakin sempurnalah ketawadhu’annya dan begitu juga sebaliknya. Ahmad Al Anthaki berkata: “Tawadhu’ yang paling bermanfaat adalah yang dapat mengikis kesombongan dari dirimu dan yang dapat memadamkan api (menahan) amarahmu”. Yang dimaksud amarah di situ adalah amarah karena ke-pentingan pribadi yang merasa berhak mendapatkan lebih dari apa yang semestinya diperoleh, sehingga membuatnya tertipu dan membanggakan diri.
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mendefinisikan tawadhu’ dengan katanya: yaitu merendahkan diri terhadap kebenaran, tunduk kepadanya, dan menerimanya dari orang yang mengatakannya.’

Kaum muslimin yang berbahagia…
Orang tawadhu’ adalah calon penghuni Sorga. Sebagaimana firman Allah ‘Azza Wa Jalla:
تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأَرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Itulah kampong Akhirat yang kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin meninggi/sombong di muka Bumi, dan tidak pula ingin berbuat kerusakan, dan balasan yang baik hanya bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Qashash: 83).
Contoh sudah tertera dan ibrah sudah tertancap; bahwa nihayah (kesudahan) orang-orang sombong dan suka meninggi di muka Bumi adalah kesengsaraan di Dunia dan Akhirat. Fir’aun, kaum tsamud, kaum Luth, dan selain mereka yang suka meninggikan diri dan berbuat kezhaliman, merupakan contoh akhir yang buruk bagi orang-orang zalim dan sombong.
Ma’asyiral Muslimin…
Tawadhu’ akan selalu melahirkan kemuliaan, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“…Dan tidaklah seseorang bertawadhu’ (merendahkan hati) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derjatnya (dan memuliakannya).” (HR. Muslim).
Dan sejarah sudah berbicara; bahwa orang yang selalu merendahkan hati dan tidak suka meninggikan diri, selalu di muliakan dan mendapat posisi agung di tengah-tengah masyarakat. Sebagai contoh kongkrit adalah ketawadhu’an Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Diriwayatkan dari Aisyah, Imam Hasan dan Abi Sa'id serta lainnya, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di rumahnya melaksanakan pekerjaan keluarganya, membersihkan, melipat bajunya, memerah kambingnya, menyapu rumahnya, menjahit sandalnya apabila ada kerusakan, menyiapkan makanan dan minuman untuk hewannya, makan bersama pembantunya, membuat makanan bersamanya dan membawa barang belanjaannya dari pasar.
Dalam sebuah riwayat:
عن أبي مسعود أن رجلا كلم النبي صلى الله عليه وسلم يوم الفتح فأخذته الرعدة فقال النبي صلى الله عليه وسلم هون عليك فإنما أنا ابن امرأة من قريش كانت تأكل القديد
Dari Ibnu Mas’ud; bahwasanya ada seseorang laki-laki berbicara dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada hari penaklukan Kota Makkah, sehingga membuatnya gementar (melihat haibah beliau), lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata kepadanya: “
Tenangkanlah dirimu, sebab saya adalah anak seorang perempuan biasa dari bangsa quraisy yang memakan daging dendeng. (HR. Hakim).
Kaum muslimin yang di muliakan Allah…
Tawadhu’ itu akan selalu melahirkan kerukunan hidup, sebab mereka tidak mau meninggi satu sama lain, yang ada adalah saling menghargai. Sedangkan sifat sombong hanya akan melahirkan kezaliman antar sesama. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling bertawadhu’, sehingga tidak ada lagi seseorang yang menyombongkan diri terhadap yang lain, dan tidak pula seseorang berbuat semena-mena terhadap yang lainnya.” (HR. Muslim).
Ma’asyiral Muslimin yang berbahagia….
Sifat tawadhu’ adalah wajib terhadap kaum muslimin, dan hal ini sudah di tekankan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
أذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ
“…yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela…. (QS. al-Ma`idah:54).

Maka inilah sifat lemah-lembut terhadap orang-orang beriman yang merupakan sifat orang-orang terpilih untuk membawa agama ini –saat murtadnya orang-orang yang murtad darinya-.
Dan dalam tafsir ayat:  أذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ:maksudnya santun kepada orangorang beriman, kasih sayang dan lemah lembut terhadap mereka… dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan memusuhi mereka. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: 'Sikap mereka terhadap orang-orang beriman seperti seorang ayah terhadap anak dan majikan terhadap budak, dan sikap mereka terhadap orang-orang kafir seperti binatang buas terhadap mangsanya.

Allahu A’lam.

Written by : Your Name - Describe about you

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam id libero non erat fermentum varius eget at elit. Suspendisse vel mattis diam. Ut sed dui in lectus hendrerit interdum nec ac neque. Praesent a metus eget augue lacinia accumsan ullamcorper sit amet tellus.

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for visiting ! ::

0 komentar:

Posting Komentar